Bentuk Kebiasaan Menulis di #MenulisRandom2015
Pernah nggak sih kamu setelah ramadan masih berasa melakukan puasa ? mungkin bagi yang ngejalani puasa selama sebulan penuh atau tiga puluh hari berturut-turut penah ngalami kaya gini.
Gue sih pernah. Pas lebaran gue bingung kok makan siang ya, nggak puasa ? padahal memang udah nggak puasa lagi. Dan gue ngerasain hal itu ; rasa nggak enak makan di siang hari, kurang lebih seminggu. Setelah itu gue biasa lagi aja, ibadah yang lainnya juga jadi lewat gitu aja.
Habbit, Kebiasaan.
Itu kenapa, karena kita melakukan hal yang sama; puasa, setiap hari. Sehingga otak kita tanpa sadar kita tidak makan siang setiap hari. Dan saat semua itu sudah berakhir tanpa di perintahpun kita mengigat dan melakukan hal itu.
Habbit, Kebiasaan.
Contoh lain mungkin bobo siang. Orang yang selalu bobo siang cantik ia akan ngerasa kurang harinya jika nggak bobo siang pakai cantik. Ngerasa lemas dan capek, ngantuk berlebihan, makan berlebihan, bayarnya yang kurang. Ngamuk-ngamuk hancurin pagar karena nggak bobo siang. Untuk yang terakhir hanya spekulasi.
Gue punya temen yang kalau makan harus pakai tangan, nggak mau pakai sendok atau yang lain. Makan indomie juga pakai tangan, makan bubur juga pakai tangan, makan soto panas pakai tangan. Kasian tangannya. Dan kebiasaannya yang unik adalah dia selalu menghisap sisa-sisa makanan pada setiap jari-jarinya. Kadang sampai jari kakinya juga. (Dalam islam ini dianjurkan meski tidak ada hadist sahih tapi Rasullullah melakukannya)
Gue sempet nanya "emang kalau makan nggak pakai tangan kenapa ?"
"gue nggak ngejara kenyang.." jawabnya santai.
"bisa aja kenyang kalau sendoknya loe telen juga"
dia ngelihatin gue yang kaya yang mau nelen gue gitu. Gue nelen luda. Ludah nelen dirinya sendiri.
Lepas dari kebiasaan yang nggak bisa ditinggalin dan bisa kita tinggalin seiring waktu. Gue berharap #NulisRandom2015 ini sama jadinya kaya puasa atau bobok siang yang dialami orang-orang. Nantinya ketika udah selesai gue pengen ini jadi kebiasaan di otak gue yang nggak bisa gue tolak.
Mungkin untuk sekarang gue harus menulis dengan sedikit paksaan untuk keluar dari kemalasan. Tapi gue mikir lagi manfaat yang bisa di hasilkan didiri gue kalau gue terus menulis dan menulis. Sampai gue punya kata-kata "Teruslah menulis sampai namamu ditulis (di batu nisan)".
Agak serem sih memang, tapi ini gue tanemi di dalam pikiran dan hati gue. Ya paling tidak gue menulis yang bermanfaat dan tidak merugikan.
"Kalau kita tidak bisa melakukan kebaikan, paling tidak kurangi keburukan"
Komentar