Kisah Dalam Kopi Part II
Ada sebuah ritual yang dulu
hampir selalu kami (gue dan temen2 gue) lakukan. setiap malam kami selalu
‘ngopi’ bareng. Duduk dimeja yang sama dan memesan pesanan yang berbeda-beda
sesuai dengan suasana hati dan dompet.
Gue nggak tahu persis kapan
dimulainya yang jelas setelah selesai pekerjaan kami, kami selalu datang di
warkop yang selalu itu-itu saja. Kami duduk dan bercerita apa saja yang kami
lakukan sepanjang hari itu.
Kami mengawali dengan cerita yang
ringan seperti ‘pelanggan yang menarik, atau pelanggan yang memaksa mem-backup
data xxx, atau anak yang lagi main game tiba-tiba didmprat pakai sandal jepit
sama emaknya (untungnya si emak nggak pakai boot atau hills), ada juga anak
yang ketahuan merokok malah di paksa menghabiskan seluruh rokok yang baru
dibelinya (gue nggak kebayang kalau si anak beli pabrik rokok), dan sebagainya’
(kebetulan dulu gue kerja di salah satu tempat service komputer).
Lalu setelah pesanan kami datang
obrolan menjadi sebuah pergulatan, saling kick (kick itu istilah mengejek,
menghina yang tujuannya hanya untuk candaan dan hiburan). Kick atau bullying
selalu dilemparkan pada satu orang yang menjadi korban, dengan peng-kick
sebanyak sisah orang yang ada disitu dan dilakukan secara bergiliran. Korban
biasanya dilakukan secara acak, tanpa kompromi, dan biasanya kami mempunyai
feeling yang sama. Biasanya kami terdiri dari lima orang atau empat orang.
Nggak jarang yang kadang ikutan nongkrong bareng keesokan harinya tidak
kelihatan karena tidak tahan menjadi bulan-bulanan dan dari kupingnya keluar
belatung (yang terakhir becanda). Dan selajutya jika sudah merasa tidak sanggup
lagi kami tanpa runding menggeser tema yang agak sedikit serius, yaitu tentang
tujuan atau rencana kami masing-masing kedepan, nikah menjadi momo untuk yang
umurnya sudah menua.
Berat atau ringannya obrolan kami
biasanya bisa dilihat dari apa yang kami pesan. Misalnya jika banyak yang
memesan susu, atau jus, obrolan tidak akan lama, hanya ketawa-ketiwi saja turs
pulang (kadang lupa bayar). Jika pesanan kopi susu, atau sanger (kopi dengan
sedikit susu dan gula yang dibuat dengan cara di tarik hingga menghasilkan
busa) alamat obrolan akan berjalan dengan tingkat keseriusan yang dibarengi
dengan canda dan tawa. Tapi akan berbeda jika pesanan dengan kopi tanpa gula,
obrolan juga akan berakhir sama dengan rasa kopi itu sendiri (yang ini biasanya
akhir bulan karena kopi nggak pakai gula yang paling murah).
Itu yang sekarang gue sebut kisah
dalam kopi. mungkin bagi gue dulu nggak ada yang special, obrolan malam pelepas
penat yang keesokan paginya juga akan teralihkan dengan rutinitas. Tapi disaat
sekarang gue ngerasa apa yang udah gue lewati, gue jalani sama temen-temen gue
itu jadi kenangan yang sepesial banget.
Banyak hal yang gue dapetin dari
mereka, tentang relanya dibuli, tentang penyemangat, dan tentang kisah yang
digambarkan melalui perantara kopi. Gue beruntung bisa masuk dalam pusaran yang
mereka ciptakan, dan dari merekalah gue belajar mendewasakan diri.
Dan sekarang gue nggak bisa
seperti itu lagi. Semanjak gue nerusin kuliah. Kurang lebih empat tahun.
Obrolan dengan salah satu temen membuat gue kangen masa-masa itu. Tapi gue dan
temen-temen gue yang lain sadar bahwa semua yang buat kita senang nggak
selamanya buat kita jadi tenang. Dan kami sekarang semua dengan jalan kami
masing masing, dengan tanpa mengabaikan persahabatan yang dulu itu seru banget.
Gue sering hubungi temen gue yang
sekarang lagi menjalani proses pelatihan untuk kerja di jepang. Bukan dengan
dia aja, gue juga suka nanyai kabar salah satu tetua dari kami yang sekarang
masih menetap di aceh. Dan kabar gembira juga datang dari temen gue yang
lainnya yang nggak terduka dia udah nikah dan sekarang rencananya ia akan
pindah ke bogor bersama istrinya.
Dan gue masih seperti yang dulu,
mengingat mereka dalam seduhan kopi, entah itu kopi sachet atau kopi racikan
gue sendiri. Yang jelas kita pasti akan ketemu dengan orang yang baru, dan
meninggalkan orang yang lama. Tapi meninggalkan dalam tanda kutip, mereka masih
tetap ada, dan berada, mereka tetep masih seperti yang dulu menganggap diri
kita masing-masing seperti yang dulu. Ya walaupun kadang ada dari sebagian
mereka yang telah membedakan kita yang sekarang dengan yang dulu, dan itu
menurut gue menjadi sangat nggak nyaman. Namun sejauh apapun itu mereka tetep
orang yang terpenting dalam perjalanan hidup gue untuk jadi lebih baik.
Komentar