Tersesat di Manglayang


Sabtu Tanggal 24 April 2015 Jam 18.00 WIB Bandung Manglayang

Disaat orang-orang di Bandung merayakan #KAA dengan selfi, poto sana sini, atau lagi lihatin delegasi dari Negara se-Asia – Afrika, gue dan dua orang temen gue Azri dan Riski lagi sibuk cari jalan keluar dari semak-semak belukar yang udah di pastikan semak belukar tersebut adalah adalah jalan Babi. Istilah yang paling tepat untuk kami waktu itu adalah “TERSESAT”.

Gue yakin banget dari se-jam yang lalu kalau jalan yang kami lewati itu adalah jalan Babi hutan, bukan jalan pendaki menuju Puncak Manglayang. Memang ada jalan manusia yang lapangnya hanya dibawah lutut, dan diatas lutut penush semak ?. tapi halt u dipatahkan oleh semangat dari hati untuk cepat sampai di puncak, dan ditambah lagi ada beberapa bekas tebasan golok dibeberapa pohon yang sudah kami lewati. Dan sialnya adalah ketika azan magrib berkumandang dan saat itulah kami kehabisan jalan untuk menuju ke atas alias buntu.

“loh buntu, nggak ada jalan lagi” kabar dari Riski yang memimpin jalan.
“kayanya kita salah jalan deh” gue udah curiga.
“ntar di cari dulu..” riski meneliti.
“Salah ini ki…udah nggak ada jalan lagi..” Azri meyakinkan.
“ntarr dulu .. pasti ada.. coba cari lagi..”

Dan sepuluh menit berlalu kami masih juga belum dapet jalan kea rah menuju atas bukit.
“udah kita balik aja yuk..” riski menyerah setelah beberapa kali mencoba jalan yang salah.
“ayuk… kita telusuri jalan yang kita lewati tadi.. masih pada ingetkan ?” ajak gue.

Dan segeralah kami berputar arah.. tapi malah lebih tersesat. Semak belukar yang tinggihnya diameter lebih menghalangi pandangan kami. Dan malam yang semangkin gelap menutup jarak pandang, dan bodohnya lagi kami hanya punya satu penerang yang bersumber dari powerbank. Memang pendaki amatir yang sok expert adalah kami.

Kami terus berusaha cari jalan keluar mencoba menembus sela-sela semak, tapi hanya buntu saja yang didapat langkah turun hanya sebatas lima langkah lalu kembali ketitik dimana kami sadar bahwa kami telah kesasar. Dan kepanikan bercampur dengan kecemasan menjadi sebuah kebodohan yang kalau gue piker-pikir lagi jadi ketawa sendiri. Kami terus mencoba di satu jalan yang salah selama tiga kali dan balik ke titik sebelumnya selama tiga kali mondar mandir.

Waktu itu bukannya panic yag gue alami tapi malah kelucuan dan laper, dalam hati gue kalau ini belum dapat jalan gue bakalan makan, nasi yang dari siang gue bekel kasian mangil-manggil mulu.
 Dan diselah kepanikan Riski, dia mencoba menelpon temen yang udah pernah jalan di manglayang. Dan apa yang kami dapat adalah statusnya dib m yang menyatakan bahwa kami tersesat, dan alamat adalah ketika pulang kami harus tabah menghadapi celaan.

Lima belas menit berlalu kami dari sejak kami memutuskan untuk mundur kembali, belum juga kami mendapatkan jalan. Dan mungkin doa kami terkaul, entah juga bekal tidak mau di makan dan aku menemukan jalan yang tertutup semak-semak, tepat dihadapanku, ahh entah apa yang membuat kami tidak memilih semak itu dari awal tadi.

Setelah itu kami menelusuri jalur babi hutan untuk kembali, kira-kira 45 menit kmi dapat kembali ke ruma warga dengan rasa harga diri yang terinjak-injak oleh jalur babi hutan, serasa mental kami kandas.

Selepas di kawasan warga kami duduk diwarung dan bertemu dengan teman kami yang menyusul karena mendengar kami tersesat. Dan terbongkarlah jalan yang harus kami lewati sebenarnya.
Jauh dibawah tempat kami tersesat sebelumnya terdapat 3 cabang yaitu kiri, kanan, dan lurus. Dan karena semangat yang menggebu atau entah karena pengalaman yang amatir kami memilih kiri yang sebenarnya itu adalah jalan petani untuk mencari rumput. Yang sebenarnya adalah kami mengambil jalur kanan untuk menuju daerah yang disebut Baru Berem tepat dikaki gunung Manglayang.

Ini adalah perjalanan terkonyol setelah sebelumnya dipapandayan bersama temen-temen dari Kambidja.

Tapi ini adalah pengalaman yang sangat berharga bagi kami seorang pemula, terutama bagi gue. Bahwa semangat yang besar kadang tidak selamanya menjadi baik bila kita tidak bisa mengkonversikannya menjadi hal posotif, malah akan menjadi hal yang negatif jadinya adalah buru-buru dan tergesah-gesa. 

Walau bagaimanapun tersesatnya sebuah perjalanan, dan terhentinya sebuah langkah untuk menuju puncak bukan berarti kita pata arang atas hal yang terjadi. Satu- satunya cara adalah berpikir untuk mengeluarkan diri dari tersesatnya dan bagaimana untuk mencari cara terus bergeraknya langkah ini demi mencapai tujuan utama. 

Setelah dari warung kami mlanjutkan lagi perjalanan, semangat kami tak kendur sedikitpun meski lelah dua jam berjalan tanpa arah, Tapi hati kami masih satu tujuan dan sau niat. Dan pada akhirnya tepat pukul 03.30 kami sampai di puncak bayangan gunung Manglayang dengan pemandangan cahaya lampu-lampu kota bandung yang membentang luas bak jutaan kunang-kunang yang berdesakan. Indah sekali. Dan dilanjutkan dengan surise yang begitu menawan dihamparan dataran likak-likuk gunung-gunung dan bukit-bukit.

Salam Rimba…. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diagram Use Case Dan Use Case Description

Beberapa Website Keren Yang bisa Bikin Kita Cerdas

Apa itu SKPL Dan Kebutuhan Perangkat Lunak ?