Super Writer 4 Dan Sebagian Diriku
Adalah waktu yang tidak pernah ditunggu namun datang selalu. Adalah cinta yang tidak memiliki mata namun dikatakan buta. Adalah tinta meski tidak bersuara namun mengukir sejarah.
Entah sejak kapan gue
suka menulis. Jelasnya ketika menulis sebuah kata yang timbul dalam pikiran
membuat hati ini menjadi lebih lapang. Rasanya lebih dari sebuah cerita atau
curhat semata.
Dan beberapa minggu
yang lalu, adalah teh Afifah yang menjebak gue dalam perangap imajenasi yang
sangat menyenangkan ini. Super Writer 4.
Waktu itu soreh, gue
yang lagi moodbooster, bercerita keseluruh penjuru mata angin bahwa menulis
adalah passion yang sama sekali tidak pernah gue tinggalkan semenjak lulus SMA.
Dan akhirnya tanpa gue tahu, teman yang belum lama dikenal itu sudah menerbitkan
beberapa buku, dan bahkan menjadi bagian dari consultant kepenulisan. Hebat
nian. Hidup memang penuh misteri yang sulit dimengerti, termasuk kenapa gue
bisa bergabung dalam lingkungan super writer 4 dan mereka-mereka yang
luarbiasa.
Super Writer 4 adalah
salah satu program dari Qwriting, sebuah tempat coaching writer, yang dapat
diikuti oleh semua kalangan, dan yang terpenting gratis. Hari gini disaat harga pensil alis mahal-mahalnya, masih ada
pelatihan menulis gratis itu sesuatu sekali kalau kata syahrini.
Disana; Super Writer 4
semua peserta dikumpulkan dalam satu group memalui media WA (Whats Up), dan
setiap beberapa hari mendapatkan tugas dari Admin yang mengurusinya.
Tidak hanya sebuah
group saja, seolah menjelma menjadi peradaban berpikir, berbagi, dan saling
memberi semangat. Banyak hal inspiratif yang gue dapat dari sana. Dari
adminya sendiri dan juga dari peserta yang luar biasa.
Gue kira, gue yang
paling tua diantara mereka, eh ternyata ada juga ibu rumah tangga beranak satu
yang semangatnya jadi panutan. Ada mahasiswa, ada yang sudah bekerja. Dan
bahkan sebagian dari mereka sudah memulai karir menulis dari sejak lama.
Sepontan minder datang diantara cela-cela semangat yang menggebu.
Ada mas Gilang Bayu
yang puisinya idialis, histories dan filosofis. Ada Faydiel dengan puisi
kritisi, teh salsa azam, mbak dewi indah yuliati dan masih banyak lagi.
Gue penasaran banget
sama tulisan mereka, dan puisi-pusi yang gue sendiri tidak bisa
mengomentarinya. Bukan apa-apa, terlau gue nikmati puisi mereka sehingga bingung
mau kometar apa. Lagi pula kadang penilaian gue tentang puisi seolah berbeda
dari apa yang telah dituliskan.
Dan ini adalah
tantangan ke 9 dari Super Writer 4, dan tentunya membuat kebiasaan nulis gue
terus meningkat. Mungkin kalau dulu
menulis sebuah cerpen, atau kisah singkat di blog, gue harus memakan
waku yang lumayan lama. Namun sekarang terbantu oleh kebiasan-kebiasan yang
diciptakan Super Writer 4.
Banyak pelajaran
menulis yang gue dapat dari Super Writer 4 selain the power of kepepet. Kalau sebelumnya gue minta tolong revisi
cerpen oleh om yang ia dalah lulusan bahasa indonesi, gue banyak mendapat masukan
cerita dan ide-ide fresh darinya. Namun kesibukannya membuat kami tidak bisa
selancar dulu berkomunikasi. Dan di Super Writer 4 gue dapat kritik dan saran
atas cara menunulis gue yang asal-asalan dan sering typo. The master of typo, atau mungkin tu adalah ciri khas.
Namun itulah point
terpenting dari sebuah karya, pembaca adalah penulis kedua, ketiga, dan
seterusnya. Pecutan berupa kritik yang datang dari segala arah adalah tujuan
untuk mengembangkan karya. Meski tanpa arah dulunya, dan perlahan gue menemukan
cara untuk merubah tulisan idealis gue yang lebih banyak narasi dari pada aksi.
Yang lebih banyak haha hihi dari pada filosofi.
Meski belum bisa dibilang penulis, karena memang tidak ada satu bukupun yang pernah gue terbitin selain postingan blog yang tidak pentng ini. Gue terus mencoba, mengirim keberbagai media dengan penolakan yang tidak terhidung datangnya. so keep spirit and the sho must go on. Semua harus berlanjut, termasuk kegagalan dalam hidup.
***
I Swear This Time I
Mean It, itu adalah lagu favorit gue ketika sedang merangkai kata menjadi
kalimat, dan kalimat menjadi kisah.
Super Writer 4 membuat
langkah gue menjadi lebih ringan. Meski menjadi penulis hanyalah impian saja, tapi gue akan mencoba lagi untuk terus berkarya. Bukankah Tuhan akan memeluk
mimpi-mimpi orang yang percaya padaNYAyang terus berusaha.
Bolehlah gue tutup
tulisan dipagi ini dengan sebuah puisi yang tidak penting.
Duhai pagi..Adakah kau berdiri…Berdiri diatas mimpi..Mimpi yang perlahan kuhampiri…Namun pergi…Kadang tidak kembali…Kadang muncul lagi…Kadang dicuri..Kadang aku yang lari..Lari dari kenyataan ini..Bahwa kau, mimpi, adalah yang selama ini kucari…
Komentar