Aku Dan keluarga Kecil di Desa Terpencil


Banyak teman yang baru bertemu ber-hah heran dengan ekspresi seolah mengatakan “are you fucking kidding me !?” saat gue memperkenalkan diri sebagai orang Aceh.  Namun mereka seolah percaya ketika gue memperkenalkan nama “Iskandar”.

Tapi tahukah kawan, Iskandar bukanlah diambil dari nama seorang pahlawan Aceh (Teunku Iskandar Muda), melainkan, itu adalah nama dari Abang Mbah yang berada di Magelang, Jawa Tengah. Tujuannya adalah agar Mbah selalu ingat pada Abangnya. Dan hal tersebut membuat gue menjadi serba salah, gue terpaksa harus nari samanagar mereka tahu kalau gue orang Aceh.

Dalam tradisi jawa, nama anak diberikan ketika tujuh hari kelahirannya. Dengan diadakan acara syukuran. Dan saat itu, saat semua tamu sudah datang, tidak kunjung juga nama didapatkan untuk bayi mungil, lucu, ganteng, keren, kece, handsome, dan sebagainya. Dan akhirnya Iskandar lah yang menjadi pilihan. 

Andai wakti itu gue bisa requets nama....

Gue adalah pujakusuma, itu akronim dari Putra Jawa Kelahiran Sumatra. Entah sejak kapan, yang jelas gue mengenal istilah itu saat konflik Aceh-Pemerintah RI meledak. Duar.

Ibu lahir di Magelang, jawa tengah. Juga Mbah. Mereka migrasi, atau hijrah ke tanah Aceh ketika umur ibu menganjak dua tahun. Dan ketika gadis ia dilamar oleh seorang lelaki gagah, yang ia kini adalah Ayah gue, yang juga pujakusuma (blasteran jawa batak). Jadi sedikitnya gue memiliki darah batak. 

Ibu diajak ayah tinggal disebuah desa kecil yang mungkin dulu sangat terpencil. Setelah itu lahirlah Abang pertama, dilanjutkan kakak perempuan satu-satunya dikeluarga, disusul Abang kedua, dan terakhir lelaki ganteng kurus bernama Iskandar. Dan hiduplah keluarga kecil di desa terpencil.

Keluarga kecil ini sama seperti keluarga kampung kebanyakan. Sang Kepala keluarga mencari nafkah, sang Ibu membantu sebisanya, sambil menunaikan kewajiban utama, yaitu mengurusi rumah dan anak-anaknya. Menggarap sawah, pergi keladang menyadap karet, kadang memanen buah kelapa sawit, mengarit rumput untuk ternak, membuat kursi dari potongan kayu hutan, membuat mainan dari papan, bambu, atau apa saja.

Ayah orang yang murah senyum, dan ramah bicara. Dia selalu komunikatif terhadap orang lain. Ia adalah orang yang penyayang meski kadang anak-anaknya begitu segan. Ibarat es cream, ia adalah es cream blueberry.

Lelaki yang memegang erat tradisi leluhurnya, yang kejawen itu. Seperti membuat sesaji ketika puasa dan musim panen padi tiba. Namun gue yakin hal itu dilakukan bukan karena ia syirik, melainkan karena ia sedang mengikuti tradisi orang tuanya. Meski gue mengenal hanya selama tiga belas tahun saja, tapi gue sangat yakin dia adalah orang yang sangat berbakti pada kedua orang tua.

Hal itu terbukti, setiap lebaran datang, kurang dari lima hari, ia selalu punjungan (seperti berkunjung ke rumah mertua, atau saudara, dengan membawa satu rantang makanan spesial yang telah dimasak dirumah). Punjungan ke rumah Mbah, yang berarti mertuanya.

Membahas ayah tidak akan cukup tujuh ratus lima puluh kata, bahkan tujuh juta ribupun tidak akan. Namun satu hal yang sangat gue rindu darinya adalah, martabak yang selalu ia bawa dari kota setiap minggu, lalu kami sekeluarga makan bersama. Ah kawan, gue selalu diberi potongan martabak terbesar olehnya.

Berbeda dengan ayah, ibu adalah orang yang pendiam, dan dingin. Ibarat es, ia adalah es cream vanila coklat. Ia lebih pandai membaca huruf hija’iya dibanding huruf latin. Tanda tanganpun tidak pandai, hanya cap jempol saja di KTP. Pernah gue bilang padanya “I love you”, lalu ia bertanya “itu makanan apa ?” . Ketika itu gue langsung memeluknya erat, sambil tersenyum meneteskan air mata, gue ucapin lagi kata “ilove you” berulangkali ditelinganya. Lalu ia bertanya “dimana sih belinya ?”.

Kakak perempuan atau saudari gue bernama Anisah, artinya perempuan, dan dia adalah saudara perempuanku satu-satunya didunia dan insya Allah diakhirat nanti. Wanita nomor dua sedunia setelah ibu.

Ia adalah perpaduan antara Ayah dan Ibu, diam jika hatinya sedang berdamai, namun jangan coba-coba jika sedang kesal, mulutnya seperti kereta api yang tidak kenal stasiun, terus saja nyerocos tidak ada hentinya. Kalau es cream, ia adalah es cream coklat pedas.

Sedangkan kedua kaka laki-laki dikeluarga kecil ini susah berdamai. Mereka seolah air dan minyak. Sedari kecil rasanya mereka tidak cocok. Bahkan sekarang mereka masing-masing memiliki dua anak. Kadang gue ingin sekali menjitak satu persatu kepala mereka. Namun dibalik itu semua, jauh didalam sana, dilubuk hati, kasih mereka terbentuk satu sama lain. 

Air dan minyak memang tidak bisa menyatu, tapi mereka saling melengkapi dan beriringan. 

Hal itu terbukti saat kepergian ayah, dan berselang tiga tahun setelah itu, wanita juara dua sedunia juga pergi meninggalkan keluarga kecil ini. Saat meahirkan anak ketiganya. 

Pesan terakhir Ayah adalah, “jangan sekali-kali menyakiti temanmu, apapun alasannya”. (Makanya gue nggak berani nyaiti hati temen, paling cuma jahil aja dikit). Setelah ia mengucapkan kata itu ia mencium cucu pertamanya. Dan esok paginya semua orang memandang gue dengan wajah sedih, dan bahkan beberapa diantara mereka menangis sambil memeluk gue. Padahal waktu itu gue bukan teletubies. Tapi yaudahlah. 

Dua tahun gue tidak bersua dengan mereka, dua tahun gue tidak mencium batu nisan kakak dan Ayah, dua tahun pula gue tidak melihat rumah kecil berdinding batu bata merah, beratapkan seng yang mulai berkarat, sekarang sepertinya sudah berkarat. Dua tahun tidak berkumpul ria. 

Gue seolah bersembunyi dari kebahagiaan yang dulu tercipta. Bukan tidak ingin pulang hanya saja ada ritual yang selalu membuat kikuk ketika keluarga besar ibu berkumpul. Sebagai anak tertetua ibu selalu menjadi contoh untuk adik-adiknya yang memang kebanyakan perempuan.

Terakhir pulang gue serasa seperti buronan yang baru ditangkap. Mbah menyita dompet supaya gue tidak bisa pergi kemana-mana. 

Selain duduk dalam lingkaran keluarga besar dan ditanya hal yang aneh-aneh. Seperti, bagai mana dibandung ?, kapan selesai kuliah ?, kapan kerja ?, kenalin pacarnya dong ?, kapan nikahnya ?, dan kapan punya anak ?. Hal ini diperkuat dengan adanya para sepupu yang sepantaranku, masing-masing sudah memiliki anak yang lucu-lucu. 

Gue jawab dengan senyum, mesem-mesem (malu-malu). Pertanyaan pertama lancar gue jawab, pertanyaan kedua Alhamdulillah sudah terjawab, pertanyaan ketiga; ya sekarang gue memilih menjadi Guru dan membangun usaha sendiri, sambil nulis-nulis hal tidak pentng seperti ini, dari pada harus bekerja.

Pertannyaan keempat; maaf gue bukan abg labil, dan pacaran itu dosa duhai tante-tante ku yang cantik-cantik jelita. Nikah ? duhai tante jangan menanyakan hal yang pasti datangnya, insya Allah pasti nikah, jangan khawatir dengan siapa, ya kalau tidak dengan Raisa, bisa saja dengan Isyana. Kalau anak, Alhamdulillah sudah ada, ada empat, namanya Bella, Leona, Panda, dan Mega, walaupun hanya bisa meong-meong saja.

Gue tidak tahu harus menutup dengan kata-kata apa, atau ending cerita bahagia seperti apa, yang jelas keluarga kecil ini tetap ada sampai kapapun. Meski kini bersua adalah sesuatu yang langka, namun mereka tetap dalam jiwa.

Dan kabar terbaru mereka; Bella, leona, Panda, dan Mega sedang belajar pup di pasir warna pink. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diagram Use Case Dan Use Case Description

Apa itu SKPL Dan Kebutuhan Perangkat Lunak ?

Program C++ (mengurutkan abjad Z -A)