Menjemput Pelangi di Air Terjun Pelangi

Siang menjelang dengan semburat cahaya matahari awal tahun yang hangat dalam nuansa cimahi yang masih memberikan pelukan dinginnya. Kota ini memang kecil nan mungil, namun ada saja ia memberikan kejutan untuk setiap orang-orang yang mendamba kesejukan. 

Dan pagi menjelang siang aku telah berdiri di salah satu keindahan kota keripik pedas. Jam 10.30 tiba ku disambut dengan kesejukan pepohonan, dan beberapa ekor monyet yang jinak. Memberikan wajah berharap makanan. Sayangnya aku tidak tahu tetang hal ini, dan kekecewaan datang dari wajah monyet-monyet lucu itu. Yang hendak menggigit jariku. Atau saja mereka kalah tampan. Mereka kesal.


Satu tiket masuk bisa didapatkan dengan Rp 17000. Dapat langsung masuk dengan tanpa memikirkan durasi waktu berada di tempat rekreasi ini.

Letak air terjun pelangi atau orang sekitar menyebutnya curug cimahi berada di bawah bukit. kita akan melewati turunan anak tangga yang jumlahnya ratusan untuk sampai tepat di bawahnya. Kesan pertama yang pasti dibayangkan para pengunjung adalah bagaimana nanti pulang, begitu juga dalam pikiran ku. Sebab anak tangga yang ratusan itu menungkik tajam dan panjang.


Namun jangan kawatir sebab disetiap jaraknya dibuat tempat untuk beristirahat dengan pemandangan yang menyejukan mata. Tempat yang seperti panggung itu menghadap ke air terjun. Bahkan disediakan kursi yang terbuat dari ban bekas. Unik. Semua orang bebas ditempat itu untuk beristirahat dikalah lelah menuju jalan pulang. Begitulah keindahan harus dijemput kawan, bahkan dengan kesusahan. Nanti akan ada madu yang didapatkan.


Curug Cimahi terdapat di daerah lembang tepatnya daerah parompong jalan Kolonel Masturi atau orang setempat menyingkatnya dengan Kolmas. Atau yang lebih fahmiliar Universitas Advent. Aku berangkat via angkot dari bandung dapat menggunaka angkot ST-Hall – Cimahi yang berwarna hijau lalu berhenti di persimpangan Cihanjuang dan lanjut dengan angkot berwarna ungu yang menuju terminal Parompong. Sampai di terminal Parompong sekali lagi naik angkot yang berwarna hijau terang sabilo, dan langsung turun didepat pintu masuk Curug Cimahi.


Memang perjalanan mengunakan angkot terlalu ribet dan memakan waktu yang lama. Tapi aku memilih menggunakan angkot karena memang belum ada kendaraan sendiri (maklum perantauan, solo traveler pula). Kalau mau lebih efisien, jalurnya cukup mulus kok dilalui sepeda motor atau mobil pribadi. Parkirnya juga ada dan terjangkau harganya.

Selain disambut dengan monyet-monyet yang kesel nggak diberi makanan. Di curug yang cantik nan seksi itu aku dapat mendengar nayian-nyanyian burung, dan suara-suara hewan yang khas hutan. Selain itu bau rumput dan tanah juga bisa merilekkan hidung pikiran dari setiap hari bau asap kenalpot.


Sampai di Curug aku duduk di anak tangga yang menghadap kedepan air terjun. Meski siang dan matahari memancar dengan maksimal, aku tidak merasakan panasnya. Entah karena udaranya memang sangat sejuk dan masih dingin, atau karena pesona air yang sedang jatuh bertaburan. Tapi kupikir adalah perpaduan keduanya (Sekedar saran : nikmati air terjunnya dengan green tea dingin).


Setelah duduk lama menikmati air jatuh yang seperti butiran gula, tidak terasa waktu zduhur tiba. Dan ternyata di tempat itu terdapat Moshala yang dibuat seperti rumah panggung dari kayu. Luasnya kira-kira 5x6 meter. WC-nya juga bersih dan terawat, cukup bayar Rp 2000 untuk buang air.

Selain temat ibadah juga dapat menikmati makanan ringan dari warung disekitar, atau segelas kopi, atau wedang jahe. Harga segelasnya hanya 5000 ribu rupiah. Karena aku penikmat dan pecinta mie, aku memesan semangkuk mie isntant dengan ceplok telor plus rawit yang masih segar. Pas untuk nemeni suasana sejuk. Dan tak lama hujan rintikpun turun. Padahal sebelumnya sangat panas. Awal tahun memang memberikan cuaca yang tidak dapat diduga untuk jalan-jalan.

Alih-alih pengunjung pada berteduh dan memilih pulang. Aku malah berkelakar di bawah pancuran. Dalam pikirku inilah kesempatan yang pas untuk mengabadikan momen, karena tidak ada satu oangpun yang akan merusak pemandangan photoku.


Dan tak lama cuacah kembali cerah dan aku kembali memesan sau gelas kopi untuk mengulur waktu demi pelangi yang akan ku jemput. Sebab kata pedagang sekitar mengatakan bahwa pelangi akan terlihat pada waktu tertentu. Mulai dari jam empat soreh atau jam 5 soreh. Itulah waktu-waktu yang keren munculnya pelangi. Dan pada saat itu bidadari-bidadari akan muncul untuk mandi (menghayal).

Tidak sia-sia aku menungu berjam-jam untuk menjemput pelangi itu. Dan benar saja biasan mejikuhibiniu itu muncul perlahan seiringnya biasan sinar matahari terhadap tempias yang tercipta dari butiran air bak serbuk gula putih. Aduhai indahnya, madu.


Terus begitu bermuncul pelangi, lalu hilang, muncul lagi lebih indah, lalu hilang (sayangnya batre handphone udah habis jadi banyak moment pelangi yang nggak bisa diabadikan). Dan tak lama benar saja beberapa bidadari muncul di kolam air terjun. Mereka mandi, berselfi ria, cekrek sana cekrek sini, ketawa ketiwi, tanpa selembar selendangpun yang mereka pakai (tapi pakai baju).

Ternyata tidak perlu berhujan-hujanan terlebih dahulu untuk melihat pelangi. Tidak perlu menunggu langit mendung dulu untuk melihat pelangi. Ni, disini di air terjun pelangi, kita dapat menjemput pelangi itu, tempat menikmati MEJIKUHIBINIU. Bukan itu saja, kupikir juga kita dapat menjemput bidadari tanpa selendang disini, asalkan hati-hati, jangan jemput yang sudah punya pasangan, bisa berabe.  

Sampai ketemu di jalan-jalan berikutnya. Semoga bermanfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diagram Use Case Dan Use Case Description

Apa itu SKPL Dan Kebutuhan Perangkat Lunak ?

Program C++ (mengurutkan abjad Z -A)