“Ilmu Membuat Tahu, Pengalaman Membuat Mengerti”
Kata-kata itu kelewat aja
dipikiran gue ketika gue sedang ngobrol sama Om gue lewat pesan singkat. Gue
nggak pernah berpikir atas filosofi yang didapat tapi yang membuat timbul
kata-kata tersebut awalnya adalah ketika Om gue menjelaskan tentang seseorag yang
tingkat akademiknya sudah di jenjang Doctor, namun dalam pidatonya susah
dipahami oleh kalayak umum seperti orang kampong gue.
Paman gue bilang “sepertinya
pidato Bapak itu (gue panggil aja bapak itu) susah dimengerti oleh warga kita”
“ya memang selalu banyak istilah
dan mengutamakan pemahaman dalam setiap pidatonya” bales gue, langsung gue
lanjut lagi “aku juga pernah dengar ceramahnya ketika dia menjadi khatib
masjid. Dan memang seperti itulah caranya berpidato, berbeda ketika ia masih
menjadi kepala sekolah SMP di kampong kita dulu. Tapi sejauh ini aku paham
dengan apa yang dia sampaikan, dan itu terlihat seperti berpendidikan tinggih”
Nggak lama om gue bales “ya
mungkin bagi kamu itu mudah dimengerti, dan banyak makna yang bisa didapat,
dipelajari dan di pahami. Tapi seorang pembicara yang baik adalah memahami
pendengarnya, bukan hanya terlihat keren di mata pendengar, lantas pendengar
tidak dapat apa-apa.”
“ya memang sih harusnya seperti
itu.. “Ilmu memang membuat kita tahu, tapi belum tentu biasa membuat kita
mengerti, pengalaman yang membuat kita paham dan mengerti tentang keadaan”
Dan setelah itu obrolan lewat SMS
itu diakhri dengan hal yang berbeda.
Dengan tidak mendekriditkan
seorang bapak guru yang telah menjadi pahlawan di kampong kami itu, postingan
gue kali ini hanyalah sebuah pendapat yang mungkin sangat bias salah. Apa lagi
gue hanya seorang yang masih belajar. Kencing saja belum lurus, ngupil aja
masih pakai jari, udah gitu temple dibawah meja lagi.
Jauh sebelum itu seorang dosen
yang mengajar tentang etika profesi juga pernah bercerita di kelas gue. Ya bukan
pernah sih, memang setiap kelasnya adalah cerita tentang profesinya yang
menurut gue keren. Dia berprofesi dibidang IT, mengamati seluruh karyawan dalam
bidang kesehatan disebuah layar yang besar monitor disalah satu perusahaan
kenaamaan di Indonesia.
Kebetulan kelas gue memang sedikit unik, semua berasal dari daerah yang jauh, kalau dibilang sih kelas seluruh Indonesia, dari sabang sampai marauke. Dan Dosen itu mengatakan :
“suatu hari ketika kalian pulang,
kalian akan menyadari, bahwa diri kalian itu sudah berubah, tidak seperti dulu
lagi. Apa lagi yang jarang sekali pulang. Kalian akan merasakan betapa
berbedanya ketika ngobrol dengan temen-temen kalaian yang kurang beruntung (tiak
mengenyam kuliah). Akan tidak nyambung”.
Hal itu memang terjadi setelah
gue pulang ke kampong gue di Aceh. Yang pertama gue rasa adalah seolah
temen-temen gue yang bukan sahabat dekat sedikit menghindar. Itu aneh. Gue jadi
kesulitan membuka topic pembicaraan, gue ebih memilih mendengarkan dan menambahkan
apa yang kami obroli. Kadang gue juga membuat jok-joke yang menurut gue lucu
dan itu biasa dipendengaran mereka. Kalau dikatakan mereka juga sama dengan gue
bahkan mereka lebih dulu menikmati kerasnya perkuliahan.
Namun tidak ketika gue diantara
sahabat-sahabat gue. Mereka tidak menghindar, mereka menganggap gue sama
seperti diri gue yang dulu, yang seperti mereka, tidak ada perubahan sama
sekali. Gue lebih ngerasa nyaman bersama mereka, gue nggak ngerasa terbebani
harus membuka obrolan apa, dan joke apa. Sebab bagi mereka ketika ketemu ague yang
sekaran dengan gue yang dulu itu sama.
Mungkin itu. Ketika dalam obrolan
mementingkan perasaan sendiri, tidak memahami lawan bicara, maka akan terjadi
penolakan batin yang seharusnya itu bias dihindari. Penyampaian akan sampai
bila kita paham apa yang diharapkan pendengar. Dan mendengarkan akan menjadi
paham apa bila sang pendengar menganggap simple isi yang disampaikan.
Namun kadang hal itu tidak
menjadi simple ketika sang pendengar mengartikan setiap kata apa yang
disampaikan. Dan setiap pembicara yang lebih memilih kata-kata yang asing bagi
sang pendengar. Hal itu terjadi mungkin ketika memang mereka dijenjang
pemahaman yang berbeda. Dan disitulah dibutuhkan pengalaman untuk mebuat
semuanya cair.
“Ilmu membuat kita tahu, tapi
pengalaman membuat mengerti”. Seorang yang berpengalaman dia akan memahami
dengan siapa lawan bicaranya, dan seorang yang berilmu akan mencoba mengetahui
apa yang disampaikan, tidak lantas diam ketika tidak paham.
Sudah samapi disini saja dulu
postingan yang aneh ini… gue juga nggak paham apa yang gue katakana.. kok bias posting
yang seperti ini… Big Thankss..
Komentar